Tampilkan postingan dengan label sekolah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sekolah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Mei 2014

Special Pake Telur

“Apakah kamu pernah punya perasaan padaku?” Kalimat itu sontak membuat wajah Si Wanita mengeras. Suasanya yang tadinya hangat dan penuh tawa berubah menjadi dingin dan sunyi.
Si Wanita mengajukan sebuah pertanyaan sebagai jawaban, “Tidak ada urusannya denganmu, kan?”
“Tentu saja ada. Bukankah perasaan yang kita bicarakan ini tentang aku?” Pria di sampingnya berusaha mempertahankan argumen.
Wanita itu mendengus hingga udara terhembus ke blus merah jambu yang dikenakannya. Nada bicara pria itu, sangat khas dan sangat dikenalnya. Keras kepala. “Tentu saja tidak ada hubungannya. Bukankah perasaan yang kita bicarakan ini perasaanku?”

Keduanya terdiam.

Si Pria sepertinya ingin mengeluarkan kalimat lagi untuk membantah Si Wanita, tapi ditahannya.
Dengan anak-anak rambut yang menjuntai keluar dari ikatan rambutnya, Si Wanita tersenyum. “Lagipula, untuk apa kamu tahu? Bukankah perasaanmu sudah jelas tertuju padanya? Maka perasaanku padamu sama sekali tidak ada artinya, bukan?”
Ia membuka pintu dengan jari jemarinya yang tidak lentik. “Nah. Karena obrolan ini menjadi semakin tidak penting, lebih baik aku pulang saja. Sampai jumpa lagi, ya. Terima kasih.”
Setelah wanita itu menutup pintu, Si Pria menatap dua cangkir kosong di hadapannya.

Ia termenung.

Ia memikirkan dialog yang baru saja terjadi.


“Kamu salah. Justru diantara semua obrolan kita, ini yang paling penting,” gumamnya, kepada tempat duduk kosong di hadapannya.


---------------------------------------------------------------------------------------------


Ini spesial buat Nadh yang minta lanjutan cerita ini pas ketemu di kumpul-kumpul bareng Matrix.
Buat yang belum tau, cerita ini tokohnya sama kayak yang di sini

Anw, somehow setiap habis main sama anak-anak Matrix, hati saya rasanya gembira. Kayak ada pipis yang ngalir di dalemnya gitu. Anget.
HAHAHA jayus, ya? Maaf.
Intinya saya happy lah ini. Makasih, guys! :')

Senin, 15 Juli 2013

Esai Jaman SMA (2)

Aku cinta Indonesia. Sebaris kalimat ini tentu sangat mudah saya ucapkan. Saya sudah belajar bicara sejak balita. Apalagi sekedar saya baca. Apa sulitnya? Toh saya sudah belajar membaca sejak taman kanak-kanak. Menuliskannya? Tentu saja mudah, untuk masuk sekolah dasar saja perlu tes menulis. Jika saya tidak mampu menulis kalimat itu, tidak mungkin saya bisa melanjutkan sampai ke sekolah menengah atas, bukan?

Aku cinta Indonesia. Kalimat biasa, dengan subjek, predikat, dan objek. Standar sepeti kalimat lain tentang cinta. Lalu, apa masalahnya? Masalahnya, kalimat mengandung makna yang begitu kompleks dan berat. Jika saya mengatakan cinta pada suatu hal, saya harus benar-benar cinta pada hal itu. Nah, sekarang muncul pertanyaan besar di kepala saya. Apakah saya benar-benar mencintai Indonesia? Sudah cintakah saya pada tumpah darah saya ini?

Aku cinta Indonesia. Tentu saja tak mudah dikatakan belakangan ini. Di saat begitu banyak hal berbau luar negeri di sekitar saya. Kemanapun saya melangkahkan kaki, brand-brand luar bertebaran di sekeliling saya. Ke manapun mata memandang, hamper selalu saya menangkap merek luar ini. Di tas teman sekelas , sepatu tim basket sekolah , parfum ibu, pakaian remaja yang saya temui di pusat perbelanjaan, juga barang-barang saya sendiri. Ketika saya lapar dan ingin makan di luar, restoran yang saya kunjungi pun bukan milik orang Indonesia. Pantaskah saya mengucapkan kalimat “Aku cinta Indonesia”?

Ah, Aku cinta Indonesia mungkin tidak berarti apapun bagi saya. Saya tidak hafal lagu-lagu daerah nusantara. Jangankan hafal, daerah asal lagunya pun banyak yang saya tidak tahu. Injit Injit Semut,O Ina Ni Keke, atau Burung Tantina, saya tak pernah dengar lagu itu. Hanya judulnya saja yang pernah saya baca di buku IPS SD. Alih-alih lagu dalam negeri, playlist pemutar musik saya isinya lagu-lagu barat dan korea. Beberapa memang ada yang lagu pop Indonesia, namun jarang sekali saya dengarkan. Jika saya tak paham musik negeri sendiri, apakah etis saya memenuhi memori handphone saya dengan lagu-lagu luar?

Aku cinta Indonesia. Saya tidak mau kalimat indah ini sekedar enak dibaca. Saya tidak ingin kalimat sarat arti ini hanya tertulis dalam spanduk atau banner di perempatan jalan. Saya enggan membayangkan kalimat ini jadi kalimat kosong, hanya slogan acara komersial. Tidak. Saya harus melakukan sesuatu, paling tidak, mulai dari diri sendiri.

Aku cinta Indonesia. “Aku kan cinta produk dalam negeri!” betapa bangganya saya ketika akhirnya saya bisa mengucapkannya di depan salah seorang teman saya. Mengapa? Pasalnya, saat itu saya sedang mengenakan sepatu baru. Sepatu baru yang berbeda. Biasanya, saya memakai produk keluaran luar. Tapi hari itu, yang saya pakai adalah sepatu kulit magetan. Buatan anak negeri. Modelnya cukup menarik, dan yang paling penting buat saya adalah kualitasnya tidak kalah bagus. Awet sekali. Memang, saya baru mulai dari sepatu, namun segala sesuatu butuh proses kan? Saya harap, saya bisa mulai perubahan dalam bidang yang lain. Dari hal yang kecil menuju besar, saya rasa itu tidak terlalu sulit jika sudah terbiasa nantinya.

Aku cinta Indonesia tidak melulu soal politik. Juga bukan sekedar pendidikan kewarganegaraan.

Aku cinta Indonesia. Mungkin nasionalisme saya belum sebanding dengan pahlawan-pahlawan di masa lalu yang rela mengorbankan nyawa demi bangsa kita. Setidaknya, ada secercah rasa bangga di hati saya pada negara kepulauan yang saya tinggali sejak lahir ini. Saya jatuh cinta pada Indonesia karena makanan khasnya, karena pakaian daerahnya, karena batiknya, karena budayanya yang beragam, juga karena tanahnya yang gemah ripah loh jinawi. Wah, saya rasa, mulai saat ini saya bisa mengucapkan “Aku cinta Indonesia” dengan lantang dan bangga!


Nah, ini esai lain saya jaman SMA. Lagi-lagi esainya dibuat untuk ikut lomba, tapi sayang sekali esai ini nggak menang. Yang menang temen saya satu sekolah juga sih. Terus dibacain kan esai punya dia, buset ternyata jauh banget sama punya saya. Bagusan dia sih pastinya :))

Esai Jaman SMA

Berbeda. Apa arti berbeda? Berbeda itu tidak sama. Tidak seragam. Tidak persis. Tak serupa. Tak sebentuk. Tidak sepaham. Tidak sealiran. Benarkah arti berbeda hanya itu? Saya ingin tahu, apa arti perbedaan.

Saya tinggal di perumahan yang notabene penghuninya adalah orang-oranng keturunan Cina dan umumnya umat Kristiani. Saya sendiri terlahir di keluarga Jawa tulen dan beragama Islam. Betapa senangnya saya, karena tinggal di lingkungan yang nyaman dan ramah. Tetangga saya –yang rata-rata berkulit putih dan bermata sipit itu- sangat friendly dan welcome. Tak pernah ada yang namanya cek cok antar ras, agama, dan lain-lain. Bahkan, setiap lebaran tiba, keluarga saya selalu dapat paket istimewa berupa cookies atau cake. Nyam nyam. Dari sini saya tahu, berbeda artinya tinggal di lingkungan yang ramah dan menyenangkan. Saya masih ingin tahu apa arti perbedaan.

Perbedaan adalah hal yang mutlak. Kita semua berbeda. Perbedaan itulah yang membuat kita spesial. Istimewa. Bukan berarti karena setiap orang spesial maka tak ada yang spesial, tentunya. Tiap orang punya titik-titik spesial yang berbeda. Dari hal tersebut saya menyadari bahwa perbedaan itu nyata, dan indah. Hm, apa arti perbedaan?

Ketika saya tengok sekeliling, saya berpikir, apakah semuanya berasal dari suku yang sama? Apakah semuanya beragama sama dengan saya? Tidak. Alangkah bosannya kalau semua orang sama. Hambar. Saya heran, mengapa masih saja terjadi perang antar suku atau ras? Bukankah menjalin hubungan baik bersama perbedaan akan lebih nikmat? Sulitkah menjalin persahabatan di tengah jurang perbedaan? Sama sekali tidak. Saya punya banyak sekali teman yang tidak sesuku atau seagama dengan saya. Bahkan, salah satu teman dekat saya memiliki keyakinan yang berbeda. Lantas, apakah saya merasa perbedaan menghalangi saya dalam bersosialisasi? Lagi-lagi jawabannya adalah tidak. Saya mendapatkan satu lagi definisi perbedaan, yaitu memiliki banyak teman. Benarkah itu arti perbedaan?

Beberapa teman kerap menggoda saya karena cara bicara saya. Ya, terbiasa hidup di keluarga yang ‘sangat Jawa’ membuat lidah saya lekat dengan ‘ke-Jawaan’. Teman-teman mengatakan, saya medhok Jawa. Malah, beberapa seringkali menirukan cara bicara saya setelah saya mengeluarkan sebaris kalimat. Malukah saya? Tidak. Saya justru bangga. Saya lahir dan tinggal di Jawa kok, buat apa saya malu? Lagipula, toh karena medhok saya itulah teman-teman mengenal dan mengingat saya. Jadi, buat apa saya malu? Jadi, arti perbedaan adalah sangat bangga pada suku di mana saya dilahirkan tanpa negative thinking akan apapun. Tapi saya masih ragu, sebenarnya apa itu perbedaan?

Perbedaan itu misteri yang menantang kita untuk memecahkannya. Dari balik dinding ketidakseragaman, kita dapat mengintip ribuan, bahkan jutaan rahasia yang disembunyikan kehidupan. Melalui satu kata perbedaan, berkembanglah banyak cabang permasalahan yang nantinya memancing ranting-ranting penyelesaian.

Apa itu perbedaan? Saya masih belum tahu. Artinya, definisinya, serta aplikasinya sangat luas. Luas sekali sampai saya tak mampu memahami semuanya. Yang saya yakin hanya satu hal, hidup ditengah perbedaan itu asyik!


Itu adalah salah satu esai yang saya bikin buat lomba jaman SMA dulu. Kalo dipikir-pikir saya udah mau masuk tahun ketiga kuliah ya. Cepet banget. Nggak kerasa. Udah tua, Nik, eling...

Sabtu, 21 Januari 2012

Waktu TK

Masa kanak-kanak itu emang lucu banget kalo diinget ya :3
Nggak perlu galau masalah ujian, nilai, apalagi IP. Paling pol ya galau pas mau naik panggung buat lomba nari, paduan suara, karnaval.
Ngomong-ngomong soal TK, saya jadi inget beberapa temen saya di TK. Mereka lucu-lucu, baik lagi.
Pernah kan, saya duduk satu meja bertiga sama dua temen cowok. Namanya ario sama kikit kalo nggak salah. Saya disuruh pindah duduk sama mereka soalnya kenapa ya saya juga agak lupa. Kalo nggak rame ya berantem sama temen sebangku sebelumnya --v
Nah, jadi satu meja itu kan kecil. Kadang, kalo nulis atau nggambar nggak cukup buat bertiga. Akhirnya kikit ini ngalah, bukunya disangga pake tangan baru dia nulis. Kayak posisi melukis.
Tiap meja keliatan nggak cukup kikit pasti bilang, "aku tak melukis aja" *brb ngakak*
Terus pernah juga pas ada acara semacam darmawisata. Kita udah rencana duduk bareng di bis. Eh ternyata sama bu guru udah diatur duduk sesuai absen. Yaelah, mana minta pindah juga tetep nggak boleh. Sedih deh :))
Unyu ya. Saya nggak tau kabarnya mereka sekarang gimana. Sebenernya kita satu sd juga sih, terus nggak tau mereka lanjut ke mana pas udah lulus.
Random banget sih, tapi pengen deh nostalgia ke TK saya dulu. TK Islam Mutiara, tinggal ngesot dari rumah juga bisa. Tapi mau ngapain , ntar dikira mau jemput anak kan ya gimana -____-

Jumat, 24 Desember 2010

Rapotan

Rapotan. Banyak teman saya yang deg-degan. Saya, seperti biasa, sangat santai dan nggak terlalu berapa nilai yang bakal muncul di rapot. Padahal seharusnya saya cemas, kan rapot semester lima ini dipake buat PMDK Prestsi UNAIR -,-

Yuk lanjut, papa telat sampe sekolah saya. Karena harus ngambil rapotnya oda (adek saya yang besar) di SMAN 20 dulu. Dan fyi, dia ranking dua di kelas. Lha saya? paling sepuluh besar aja gak masuk ._.

Begitu sampe sekolah, ternyata masih rame. Padahal papa udah telat banget bangetan. Fuh, ternyata cuma ketinggalan rapatnya doang.

Sekelebat, saya lihat zing dan mamanya. Hihihi, mamanya cantik. Chic gitu deh gayanya :3
Halo tante *melambai* *sksd*

Kembali ke topik utama, begitu papa keluar kelas saya langsung ngintipin nilai di buku biru jelek itu.

Semuanya di atas delapan puluh. Ini jelas suatu kebohongan yang picik.

Padahal saya remidi 3. Penjaskes, Matematika dan Fisika. Ini rapot palsu *picing mata*

Ya sudahlah, saya alhamdulillah aja. Kalo saya marah terus protes sih namanya kebangetan. Ibaratnya kayak dikasih burger tapi ngamuk minta dikasih tahi ayam.

Sesampainya di mobil, papa saya membandingkan buku rapot saya dan oda.

Punya saya : sudah lepas dari sampulnya (mudo, gak pake baju), ada selembar kertas jelek banget buat nulis nilai mulok, pake tulisan tangan (mana gak bagus lagi tulisannya)

Sedangkan punya adek saya : rapi jali, isinya lembaran mika buat masukin kertas berisi laporan nilai yang ditulis komputer.

Jadi miris deh, memang sekolah saya jauh lebih bagus dan terkenal daripada sekolah adek, tapi buku rapotnya? Er, silahkan kalian nilai dan bandingkan sendiri .___.

Selasa, 21 Desember 2010

Hot Like Chili





Hari ini cerealnya menyedihkan. Volinya kalah juga, kayak futsal sama basket. Tapi voli ini dramatis banget, asli.

Dimulai dari kericuhan di babak kedua. Berhubung saya kurang paham sama peraturan voli, saya memilih bungkam dan tidak ikut campur (padahal aslinya takut, caria aman, biasa).

Well, pokoknya jadi ada babak tambahan dan biar wasitnya nggak menderita tekanan batin dan mental akibat dipisuhi anak-anak kelas saya, akhirnya wasit diganti. Coba tebak siapa yang jadi wasit? Bagus Septiardy, mantan ketua OSIS.

"Lek ngene yo aman. Wasite sing duwe sekolah rek" Saya mendengar ada yang bilang begitu dan ngakak setelahnya.

Detik-detik kedramatisan dimulai. Awalnya kelas saya tertinggal. 13-7 untuk pihak lawan. Saya sudah agak pesimis, apalagi tangannya nadhia (ketua ekskul voli yang ndewo abis itu)tiba-tiba sakit.

*suasana : hening, sedih, mulai putus asa*
*hening*
*klimaks : batara meraung*

"GRAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHH"

Semua kaget. Nggak tau apa motif dibalik raungannya batara ini.

Lama, saya baru sadar kalau ini untuk menyemangati tim. Saya dan cinto, juga mulai terbakar semangatnya sebagai suporter. Apalagi dengan adanya emil di belakang saya, kekuatan untuk berteriak serasa muncul entah darimana #lebay

Nggak tau karena teriakan suporter atau raungan batara, kelas saya bisa mengejar ketinggalan! Lima belas sama! Kurang dramatis apa coba??

Sayangnya, dewi fortuna belum berpihak pada kami, jadinya kalah deh. Tapi kita kalah terhormat kok, teman-teman :)

Bangga deh punya kelas yang hebat olahraga kayak gini :)

Oke, setelah pertandingan voli, saya bersama sarah, adel, mbreta, revy, dina, tika, dan adeknya revy cabut ke Surabaya Plaza Hotel. Mau ngapain?

MAKAN NASI GORENG ******

Huwenyaaaak :9 :9 :9

Apalagi sarah dan saya sepakat untuk pesan yang ekstra cabe. Dan kami pesan DUA porsi untuk delapan orang.

Memang pedasnya super.

Hasilnya? Perut saya tidak panas ataupun jadi diare. Tapi jadi... tambah gemuk .___.

Buat yang nggak suka pedes, dipaksa dums. Kan cabe itu mengandung vitamin C yang lebih banyak daripada jeruk :3

Minggu, 27 Juni 2010

Aku Sudah Kelas Tiga

Yah, rasanya baru kemarin aku ketar ketir nunggu pengumuman masuk SMA. Rasanya baru kemarin juga aku masuk smala. Kayak kemarin, aku ngeluh ngeluh tiap hari soal 'masa SMA yang tidak sesuai bayangan'. Semuanya kayak baru kemarin. Sekarang tiba-tiba udah naik kelas tiga ._.
Kenapa cepat sekali? Masa SMA saya sebentar lagi akan berlalu. Begitu saja? Rasanya enggak. Meskipun singkat, banyaaaaaak banget kejadian-kejadian yang masih nempel di otak, dan gak bakal lepas dari sana. Mulai dari yang paling silly, bikin ceria sampe pengen lonjak-lonjak, yang bikin nangis terharu, yang lucu sampe bikin ngakak gulung-gulung. Aku nggak yakin bisa rela ngelepas masa abu-abu ini. Bukannya aku nggak mau lulus yang jelas.
Aku yakin, aku bakalan kangen sama masa sma, yang ternyata emang super ini :D

Kamis, 13 November 2008

Ulangan Mengerikan

Selamat datang di exam award!
Di sini nikita akan memberikan piala paling bergengsi di kalangan ujian. Nominator dengan jumlah keluhan paling tinggi akan berkesempatan untuk mendapat penghargaan ini. Penasaran? Inilah nominator2 terbaik...
1. Ujian paling dramatis: matematika
keindahan soal2 mengharu biru, menguras isi perutku.
2. Ujian paling eksotis: kimia
semua nomor terisi penuh, tapi keraguan penuh seluruh.
3. Ujian paling fantastis: fisika
satu soal berisi deretan rumus dan grafik yang berbaris.
Yah, itulah mereka, yang mendapat predikat "Ujian paling Mengerikan minggu ini". Minggu depan, akan muncul peraih gelar best exam lainnya. Nominasinya adalah...
1. Geografi
2. Sejarah
siapa yang akan menjadi peraih piala bergilir minggu depan? Kita nantikan saja. Jangan lupa vote pilihan anda di situs pribadi kami.
Ujian paling mengerikan, tak terlupakan.

Selasa, 11 November 2008

Pulang pagi!

Sekolahku dipakai buat ujian kejar paket c... Pak guru, 'dengan berat hati' merelakan jam pelajaran yg tadinya 45 menit menjadi 25 menit. Wow! Semua murid bersorak tanda 'menyesali' berkurang jam pelajaran. Bayangkan saja, dari pulang pukul 14.00, 4 hari ini kami bisa meninggalkan bangku cokelat pada pukul 11! Yeah! Rasanya ingin mengepalkan tangan ke udara sambil bersorak,"merdeka!",tapi kok terlalu berlebihan, akhirnya aku harus puas dengan bertepuk tangan. Kasihan hatiku, harus dipenuhi bunga bunga kecil yang bermekaran seiring pengumuman.
Tapi, bunga bunga langsung layu begitu aku ingat. Ya, 2 pokok permasalahan yang menjadi obstucle bagiku untuk pulang. .
Bunga bunga tiba-tiba lenyap,

Selasa, 04 November 2008

Tentang Mading

Lomba mading. Itulah yang sedang aku persiapkan saat ini. Hampir tiap hari kami-aku dan teman2-pulang larut untuk menyelesaikannya.
Terkadang aku kesal
Sering capek
Lupa tugas plus ulangan
Tapi, sebenarnya aku enjoy aja. Cuma, yang bikin rada sebel, temanya ganti-ganti melulu. Artikel korban utamanya. Tapi si layout lebih ekstrim lagi. Meskipun bentuknya tidak diubah, kesannya dirombak total! Mungkin kalau si layout itu hidup, dia akan malu hingga merobek wajahnya.
Awalnya, kami membuat suatu buku. Niatnya, untuk jadi kitab perdamaian, ternyata, setelah mencuci ide, diputuskan untuk mengubah buku itu jadi...
Tebak, coba apa???
Buku BTS....
Yup, buku tugas siswa. Buku yang setia menemani langkah setiap siswa. Sahabat guru. Hahaha.
Aku geli sendiri. Niat awal dan kenyataan akhir sama sekali berbeda. Bak Yin dan Yang. Bumi dan Langit. Aku dan Dian Sastro.
Yah, pesan moral yang dapat dipetik, "Jangan pernah mencerca buku tugas siswa, seburuk-buruknya ia, kita akan tetap menggunakannya"