Minggu, 14 Agustus 2016

Harus Ngapain?



Halo, apa kabar? 

Sudah lama banget saya nggak nulis di sini. Udah berasa kayak pembuangan sampah yang nggak diurusi pemerintah aja ya blog ini. Gimana lagi, tiap mau posting rasanya ada setan yang bisik-bisik, “udahlah mending bobok aja…” dan saya sebagai wanita yang mudah digoda pun akhirnya memilih bobok. Pantesan lemu

Entah kalian pengen tahu atau enggak, kabar saya baik. Berat badan saya secara konsisten terus meningkat. Niat diet lebih kecil daripada godaan makan jadi ya begitulah. Saya makin gendut, tapi makin sensi kalo dibilang gendut. Dibilang gendut mangkel, dibilang kurus nggak percaya. Ya, saya perempuan tulen. 

Sebenernya saya nulis ini bukan mau ngomongin berat badan, kegendutan, kebuncitan, ke-ginuk-ginuk-an, dan sebangsanya. Saya mau ngomongin pertanyaan terbesar dalam hidup saya yang belakangan ini sering muncul dan mengganggu. 

Pertanyaan terbesar dalam diri saya belakangan ini adalah,

“Sebenernya aku ini mau ngapain? Aku pengen jadi apa? Aku habis ini harus ngapain? Aku harus nikah umur berapa? Kenapa aku gendut?

Menjelang tidur dan setelah bangun tidur adalah saat-saat di mana pertanyaan itu meneror saya. Kadang kebawa mimpi, terus bangun-bangun perasaan jadi nggak enak. Menjalani hari jadi kurang semangat dan kurang bergairah. Pokoknya mengganggu banget.

Saya nggak tau apakah kalian yang seumuran saya (atau lebih tua, karena yang lebih muda saya yakin merasakan ini juga entah sekarang atau nanti) juga merasakan hal yang sama. 

Rasanya kayak nggak pantes gitu ya umur segini masih bingung mau ngapain, pengen jadi apa, harus ngapain, harus nikah umur berapa atau kenapa badan saya bisa segendut ini

Katanya, lakukan saja apa yang kamu suka.

Bahkan saya pun bingung, sebenarnya saya suka apa?

Saya suka leyeh-leyeh nonton TV sambil ngemil. Jelas itu bukan hobi yang produktif. 

Saya suka menulis. Bisa jadi produktif, sayangnya saya seringkali terlalu malas menuliskan isi kepala dan lebih suka bobok, lalu ide-ide itu menguap begitu saja bagaikan kuah sayur asem yang dituang di atas aspal. (kenapa harus sayur asem? Ya kalo tahu campur kan eman dibuang, mending dimakan biar kita makin lemu ginuk-ginuk :3)

Saya suka umbah-umbah dan jemur baju. Mungkin bisa jadi produktif, kalau saya buka usaha laundry.

Saya suka kamu. Sangat bisa jadi produktif kalau kita nikah, ena ena, lalu punya anak. Produktif sekali.

See? Selera humor saya pun sudah terjun bebas. Nggilani.

Saya suka iri ngeliat temen-temen yang sudah ‘budal’ melakukan apa yang pengen mereka lakukan. Udah jalan dikit-dikit sesuai tujuan masing-masing.
Terus saya, di sini masih duduk klesetan sambil ngomong “aku kudu lapo yo…” Bener-bener buang waktu. Padahal umur udah segini. 

Setiap hari berlalu begitu saja. Bangun, kerja, makan, pup, tidur. Berulang setiap hari gitu. Padahal waktu yang sudah berlalu nggak bisa diulangi. 

Sebenarnya apa sih masalah saya? Nggak ada. Atau nggak tahu. Entahlah.

Tulisan ini mulai mirip sama diary. Hanya saja nggak ditulis di buku yang ada gembok dan kuncinya. Nggak ada tempelan foto-foto pemeran Amigos atau Meteor Garden atau finalis Akademi Fantasi Indosiar.

See? Selera humor saya pun sudah terjun bebas. Nggilani.

Tadinya saya berpikir postingan ini harus berakhir dengan penutup yang bagus, dengan apa yang seharusnya saya lakukan untuk bisa dealing with the “aku kudu lapo” question

Tapi apa daya, saya pun nggak tau gimana cara mengakhiri tulisan ini.

Saya masih nggak tau harus ngapain…


-any riaya-