Selasa, 27 November 2012

Mimpi

Ketika pikirannya sumpek seperti ini, Laranja hanya punya satu tempat untuk kabur. Tidur dan kemudian bermimpi adalah pelarian Laranja dari rutinitasnya di dunia nyata. Dalam mimpi, tidak akan ada yang memberinya segunung tugas dengan deadline yang mencekik. Dalam mimpi pula Laranja tidak perlu bingung mengejar dosen untuk asistensi berlembar-lembar tugas yang harus direvisi berulang kali.
Mimpinya terkadang indah dan menyenangkan. Pernah ia bermimpi menjadi seorang model yang cantik, tinggi, dan langsing. Berlenggak lenggok anggun di atas catwalk dengan luwes. Ketika terbangun, ia mencoba berjalan dengan gaya yang sama seperti mimpinya. Sayang sekali, bahkan dirinya sendiri mengakui betapa buruk cara kakinya melangkah. Lebih mirip bebek yang menahan buang air ketimbang model yang memeragakan pakaian-pakaian berkelas karya desainer terkenal.
Pernah juga ia bermimpi menjadi penjual martabak. Walau hanya menggunakan gerobak sederhana, pembeli yang antre banyak sekali. Seingatnya waktu itu, antrean pembeli martabaknya sepanjang jalan tol. Berbaris rapi memanjang ke belakang. Laranja, dengan beberapa bulir keringat karena panas penggorengan, mulai mengolah adonan martabak. Dengan gaya spektakuler yang menjadi hiburan gratis bagi para pembeli, Laranja melebarkan adonan dengan memutarnya di udara. Puluhan pembeli bertepuk tangan dengan kagum. Kepercayaan diri Laranja meningkat, makin bersemangat ia memutar adonannya dan... adonan yang telah melebar itu terlepas dari jari-jarinya hingga berakhir di kepalanya. Lekat dengan rambut Laranja. Apa yang terjadi setelah itu Laranja tidak pernah tahu karena ia sudah terbangun.
Berbagai mimpi itu, meskipun ada pula mimpi seram seperti tersesat di hutan lebat yang gelap gulita dan dihadang harimau lapar atau terlambat mengembalikan buku di perpustakaan selama dua tahun sampai-sampai ia harus dipanjara karena tidak sanggup membayar dendanya, menurutnya jauh lebih menarik ketimbang dunia nyata yang membosankan dan dipenuhi rutinitas belaka. Lagipula, mimpi itu hanya bertahan selama satu malam kan, ia tidak perlu bertanggungjawab atas apapun yang ia lakukan. Tidak seperti di dunia nyata di mana segala sesuatunya berkelanjutan dan saling berkaitan. Laranja sering sekali berharap ia bisa mengatur sendiri mimpi yang muncul saat ia tidur. Tentunya bakal menyenangkan bila mimpi bisa direncanakan. Tapi di sisi lain ia lebih sering berharap dirinya tidak terlalu banyak berharap. Berharap memberinya harapan, dan harapan yang tak kunjung datang itu melelahkan.


Yang diatas itu saya colong sedikit dari tulisan yang rencananya mau dikirim lomba gitu. Tapi saking banyaknya tugas, keburu lewat deadline.
Lain kali harus lebih disiplin!

2 komentar:

kimba mengatakan...

Bagus pol mbech. :')

any riaya mengatakan...

ah jadi malu :')